PRESS RELEASE SOUND OF BOROBUDUR

Pusat Musik Dunia 

​Borobudur telah diakui menjadi situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Candi terbesar dengan 1460 relief dan 504 stupa ini merupakan candi terbesar di seluruh dunia.  Didirikan pada abad ke-9 dalam masa kerajaan Mataram dari Dinasti Syailendra, candi yang sempat hilang ditelan hutan ini ditemukan kembali di tahun 1814 oleh S.T.Raffles, Gubernur Letnan di Hindia Belanda waktu itu. Penemuan Borobudur mencengangkan dunia, membuka mata Eropa tentang “keberadaban peradaban tingkat tinggi yang  dicapai di Asia Tenggara Kuno”.  (Miksic, 2012, hal 18). Mengapa candi Budha yang termegah di dunia justru ditemukan di Jawa dan bukan di tempat lainnya, tak kunjung selesai diperbincangkan(Miksic, 2012, hal 18). 

     Yang tak pernah usai digali adalah cakupan relief candi, yang bukan hanya mencakup berbagai siklus kehidupan manusia, jenis tingkah laku dan tipe manusia, tetapi juga flora fauna, kehidupan sosial politik, dan kesenian. Singkat kata, Borobudur merupakan sumber pengetahuan yang belum tuntas diungkap, termasuk tentang lingkungan hidup dan aspek kultural yang sedemikian kaya pada masa lalu. Salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri, dari keseluruhan aspek Candi, adalah sifat kosmopolitan yang sudah dicerminkan oleh bangunan arkeologis dari abad ke-9 ini. Semua ini mengerucut pada posisi Borobudur sebagai pusat peradaban dunia.

Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia

​Adalah sekelompok musisi yang awalnya mencoba membuat riset dan kemudian berupaya mewujudkan relief-relief alat musik itu menjadi bentuk konkrit. Seperangkat dawai dan alat gerabah yang sudah punah telah di rekacipta, instrumen musik abad 8 itu dipertemukan dengan berbagai alat yang dikumpulkan dari 34 propinsi di Indonesia. Mereka membuat komposisi, aransemen, dan berkumpul untuk membunyikan relief itu dalam interpretasi kekinian. Merekam belasan komposisi dan melakukan perekaman gambar. Relief itu sudah berbunyi. Sound of Borobudur sudah berkumandang.

Trie Utami, Dewa Budjana dan kawan-kawan, yang didukung sepenuhnya oleh Purwa Caraka sebagai Eksekutif Produser menjadikan upaya musikal ini menjadi arus yang tak terbendung. Sound of Borobudur adalah perjalanan panjang yang sudah melampaui berbagai tahapan. Sebuah Lokomotif yang siap berjalan, membawa segenap gerbong di belakangnya, menembus ruang, waktu dan peristiwa.

Sound of Borobudur: Musik untuk Dunia 

Manfaat multidimensi tersebut dapat diwujudkan dengan sasaran dan peta jalan yang kongkrit. Pertama adalah dalam tataran nasional, yakni gerakan untuk merekatkan persaudaraan lintas suku/bangsa untuk menemukan kembali jati diri bangsa yang kaya wawasan budaya dan bercitarasa dunia melalui Indonesian Cultural Summit.  Tahap kedua adalah mengaktualisasikan kejayaan peradaban Asia masa  lalu di masa kini dan masa depan melalui Asia Cultural Summit. Tahap ketiga adalah menghadirkan kembalisemangat Bandung dengan membagikan kekayaan musiklintas budaya ke tataran Asia Afrika. Demikian seterusnya diharapkan gerakan SOB dapat berujung pada World Summit yang mencakupi berbagai benua dengan moto: “DenganMusik Merawat Dunia”, yang diharapkan dapat secara regular dilaksanakan.

Manfaat yang secara riil dirasakan oleh Indonesia, termasuk masyarakat di sekitar Borobudur adalah potensi ekonomi berantai ketika Indonesia menjadi bukan saja Pusat Musik Dunia, tetapi juga Pusat Tradisi Dunia. 

Landasan Ilmiah: Seminar dan Lokakarya: Borobudur Pusat Musik Dunia

​Untuk membangun landasan ilmiah dari gerakan Sound of Borobudur yang berjangka panjang, diperlukan suatu seminar dan lokakarya untuk menghasilkan jurnal ilmiah mengenai konstelasi alat musik dan kehidupan musik di masa lampau ketika puncak peradaban di Asia tersujud dalam bentuk kesenian musik seperti terpahat di Borobudur. Seminar 3 hari ini akan menampilkan pembicara yang ahli dibidangnya dengan pemahaman dan latar belakang keilmuan yang beragam dan saling melengkapi. Seminar dan lokakarya ‘BOROBUDUR PUSAT MUSIK DUNIA’ merupakan langkah pertama sosialisasi Sound of Borobudur kepada masyarakat luas.

​Seminar ini terdiri dari presentasi dan diskusi dari 5 pakar dari bidang Cultural Studies, Sejarah, Arkeologi, Antropologi dan Etnomusikologi.  Seminar akan dilanjutkan dengan lokakarya dengan luaran artikel yang akan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah bereputasi.  Paparan para pakar dari lima bidang tersebut disiarkan melalui youtube untuk masyarakat luas.

​Berikut adalah beberapa contoh aspek yang dapat diangkat dalam seminar, yang dapat diubah sesuai dengan kepakaran para pembicara.  Presentasi diharapkan juga dapat mencakupi penemuan baru yang belum tercakup di sini: • Pemaparan dari aspek cultural studies diharapkan dapat mengkaji relevansi kekinian dari konsep Borobudur sebagai pusat musik dunia. Ketika kata “pusat” secara kritis dipermasalahkan dalam pendekatan cultural studies, bagaimana konsep Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia dapat dilihat sebagai suatu gerakan yang justru membangun keragaman dan keberagaman di jajaran pusat-pusat musik dunia lainnya?  Bagaimana konstruksi identitas budaya berproses dan bertransformasi dalam projek seperti yang dilakukan oleh Sound of Borobudur? Bagaimana penelitian tentang “sound-scape” masa kini, bisa dirujuk ke masa lalu?• Pemaparan dari pendekatan sejarah diharapkan menunjukkan pengetahuan terkini tentang posisi Borobudur sebagai pusat peradaban dunia. Secara khusus terkait dengan keberadaan alat music dunia di relief Borobudur, bagaimana rekonstruksi sejarah purbakala Nusantara maupun di wilayah dunia lainnya dapat menjelaskan dinamika antar-benua dan lintas budaya yang terjadi pada masa tersebut? Pendekatan sejarahj uga dapat mengungkap persilangan antara aspek ekonomi-politik-budaya yang terefleksikan dalam keberadaan Candi dan reliefnya.• Pemaparan dari aspek arkeologi diharapkan dapat menghimpun data-data arkeologis yang relevan dan terkait dengan keberadaan relief musik dan manusianya yang terlihat pada candi Borobudur.  Pemaparan dapat membuka kemungkinan membincangkan relief tersebut dalam kaitan artefak arkeologis serupa di wilayah budaya yang berbeda. Bagaimana tipologi manusia yang munculdi relief terkait menunjukkan dinamika kosmopolitan pada masanya?• Pendekatan antropologi diharapkan dapat merekonstruksi masyarakat, budaya serta nilai-nilai yang hidup di zaman yang terefleksikan pada relief Candi Borobudur. Penelitian arkeologi-antropologis yang ada telah mengidentifikasi gaya busana hidup masyarakat yang ada (Noerhadi, 2012 ). Bagaimana kesenian dan kebudayaan pada masa itu mencerminkan dinamika lintas buday masyarakatnya? • Pendekatan etnomusikologi menjadi landasan penting untuk memetakan tipologi alat-alat kesenian yang terwujud dalam relief candi, serta asal-usulnya dari berbagai wilayah dunia. Bagaimana pendekatane enomusikologi membayangkan sound-scape pada masa lalu dan kemungkinan perwujudannya pada masa kini di era global? 

PEMBICARA:

Prof. Melani Budianta, Ph.D. (Cultural Studies), Universitas Indonesia, Komisi Kebudayaan, AIPI. 

Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum (Sejarawan), UniversitasNegeri Malang

​Email: 

Nurkotimah, M.A (Nur Kesawa) (Arkeolog),

​Email:

Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si. (Antropolog), UniversitasGajah Mada

​Email:

Drs. Haryanto Taliwangsa M.Ed. (Etnomusikolog), Universitas Negeri Yogyakarta

​Email:

SASARAN :

TEMPAT dan WAKTU:

8 April 2021 – 9 April 2021

Lokasi: Omah Mbudur, Jowahan, Wanurejo Borobudur

Kegiatan diselenggarakan secara hybrid (on line dan off line)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *