Ada apa di SD Kenalan? Kenapa UNESCO merasa perlu untuk datang dan mengunjungi sekolah yang berada di perbukitan Menoreh Borobudur itu?
Ketika dunia tersadar, bahwa sistem pendidikan berbasis STEM (Science – Technology – Engineering – Math), tidak menjadikan dunia sebagai tempat hidup yang lebih baik. Perang, korupsi, kelaparan, kemiskinan, eksploitasi alam dan berbagai masalah, menjadi realita dunia saat ini. Karena pendidikan berbasis budaya dan kemanusiaan, terpinggirkan, ditinggalkan dan tidak dianggap penting.
Nun jauh di perbukitan Menoreh, SD Kenalan justru melakukan suatu proses pendidikan yang dapat menjadi sample bagi dunia. Sebuah tawaran konkrit yang bisa menjadi solusi global.
UNESCO berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung, bagaimana sebuah proses pendidikan yang memiliki kontrak sosial. Ruang pendidikan dibuka, tak hanya di ruang kelas, lingkungan dan masyarakat menjadi bagian dari rangkaian proses pembelajaran.
Anak-anak belajar mengenal landscape dimana mereka hidup dan tinggal. Peserta didik diajak untuk peka terhadap alam, belajar menengarai lingkungan: hutan – sumber air – pohon dan cara alam bekerja.
Anak-anak diajak untuk mengenal pasar, berkenalan dengan masalah sosial, peka terhadap sistem kemasyarakatan dan belajar untuk menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Mereka menjadi lebih perduli terhadap lingkungan tempat mereka hidup dan berkehidupan.
SD Kenalan mendidik anak-anak mengenal tahapan hidup, mulai dari Landscape – Lifescape – Cultural Scape (Bentang Alam – Bentang Kehidupan – Bentang Budaya).
Dari model pendidikan semacam itulah akan lahir manusia yang beradab – berbudaya dan berketuhanan. Mereka yang akan menjadi pelopor, pengampu dan tauladan kehidupan. Cerdas dalam bidang sains dan teknologi, cerdas secara sosial dan cerdas berbudaya.
Mereka tak hanya pandai mengukur tingkat keasaman sumber air desa, namun peka terhadap orang-orang tua namun gembira bermain musik sambil menari dan tertawa bahagia.
Pekerjaan besar ini dilakukan secara intensif dan sistemik selama belasan tahun, dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang gigih dan rendah hati, Yosef Onesimus Maryono, atau Pak Simus. Yang tanpa keuletannya, mustahil sistem pendidikan di SD Kenalan dapat menjadi contoh proses belajar yang berbudaya dan memiliki kontrak sosial dengan masyarakat dan kontrak moral dengan lingkungan.
Apa yang disaksikan di SD Kenalan, menjadi salah satu elemen penting dalam kolaborasi pendidikan dan kebudayaan yang akan ditempuh oleh IGCN, Kupuku Indonesia, Jabar Masagi dan Sound of Borobudur, bersama dengan UNESCO.
Adalah hal yang sangat penting untuk segera dikerjakan bersama. Kupuku Indonesia sebagai organisasi yang perduli pada pendidikan, berkolaborasi dengan Sound of Borobudur melalui musik dan kebudayaan, serta Jabar Masagi berusaha menciptakan individu yang cerdas, berkarakter, memiliki integritas moral dan sosial.
Dengan adanya kolaborasi ini, kita melihat bagaimana pengetahuan dan pembelajaran dapat membentuk masa depan manusia dan planet ini. Kami yakin, bahwa pendidikan yang sedang berlangsung, lebih dari sekedar menanggapi dunia yang terus menerus berubah.
-TU-